HALLO... SELAMAT DATANG !!! " HANYA INGIN BERBAGI, BUKAN UNTUK MENYOMBONGKAN DIRI. KEEP SMILEEE :)

Selasa, 12 Juli 2016

HIDUP KE DUA



 
“ Anifah !!! Anifah, dengar saya ??? Perhatikan tangan saya, Ini berapa ? “

Aku terbaring di sebuah ranjang dengan belalai panjang yang melilit pergelangan tangan. Sebuah jarum menusuk punggung tangan. Sakit. Suara alat-alat terdengar jelas di telingaku.
Kemudian beberapa orang perawat dan dokter berbicara, “ Pasien tidak mengalami luka parah. Dia tidak sadarkan diri. Kami perlu foto ronsen di bagian kepala supaya kami tahu apakah ada pembekuan darah atau tidak. “
Tapi perlahan kebisingan itu memudar dan aku merasa tak berdaya, hingga akhirnya aku tertidur lelap. Aku tak tahu apakah aku dalam keadaan sadar atau tidak. Yang jelas,aku merasa tubuhku begitu ringan. Suasana yang cukup hening itu membuat aku semakin takut.
***
3 Januari 2016

Berpilin. Melesat dalam cahaya. Terlempar. Silau.  Memedihkan mata.
            Perlahan aku membuka mata. Berkejap-kejap. Silau. Mataku silau oleh cahaya. Lampu kamar tidurku kah ? Bukan. Cahaya menyilaukan itu bukan cahaya lampu. Ini cahaya matahari. Dimana kah aku berada ? Bukankah terakhir kali aku sedang duduk manis di boncengi sepeda motor oleh adikku (Eva) ? Kami akan bersenang-senang sambil membaca buku di perpustakaan balai pemuda Surabaya.
Tunggu. Kenapa aku justru berdiri di tengah keramaian ?
Bising sekali. Suara riuh orang-orang yang berjumel menutupi jalan. Seperti ada tontonan yang membuat mereka tertarik untuk segera melihatnya. Eva ? Apa yang terjadi ? Seseorang bercerita bahwa sebuah mobil dari arah berlawanan telah menabrak  sepeda motor berwarna merah. Salah seorang dari mereka ada yang terpental kearah tepi jalan dan tak sadarkan diri. Aku mencoba menjelaskan bahwa yang terjatuh dari sepeda motor itu adikku. Tolong bantu dia. Tapi, tampaknya mereka semua tak mendengarku. Mereka hanya diam. Berjalan melewatiku. Ada apa ini ? Setelah beberapa menit. Syukurlah adikku tidak mengalami luka. Lantas siapakah orang yang terpental ke arah tepi jalan ?
Hei, itu AKU.
Aku terkesiap. Menelan ludah. Apakah ini mimpi ? Kenapa aku bisa melihat diri ku sendiri ?
            “ Apa yang kau lihat, Anifah ? “
Aku terburu-buru menoleh. Seseorang tiba-tiba menegurku dengan ramah. Seseorang yang sama sekali tak ku kenal. Sedang tersenyum amat hangat. Siapakah orang yang menegurku? Bukankah dari tadi orang-orang yang berlalu lalang sedikitpun tak menghiraukan aku. Lewat begitu saja. Seperti melewati batu besar. Orang itu malah menegurku.
            “ Siapa kau ?” tanya ku ketakutan.
            “ Aku ? Percuma, kau tetap tidak akan tahu siapa aku walau kujelaskan, Anifah. “ Lagi-lagi orang itu tersenyum hangat.
            “ Apa yang kau lakukan di sini ? “
            “ Menjalankan perintah Tuhan. “
Jangan-jangan ? Aku mengkerut oleh rasa takut. Apakah aku sudah mati ? Tidak. Tapi, bagaimana kalau itu benar ? Dan siapa orang ini sebenarnya. Penampilannya sangat aneh. Sedikitpun aku tak bisa melihat wajahnya yang tertutupi kemilau cahaya. Memedihkan mata. Hanya senyumnya saja yang terlihat. Mungkin hanya senyum yang terlukis di bibirnya.
            “ Ikutlah bersamaku... Bertemu dengan bahagia yang kau nantikan. Ikhlas. Lepaskan semua beban pertanyaan yang ada dalam pikiran mu ! “
Orang dengan senyum hangat itu mengulurkan tangan ke arahku. Seperti mengajak kesebuah tempat melewati pintu cahaya di belakangnya. Namun,aku tetap tertunduk. Menghela napas dan gemetar, “ Tidak. “ kataku lirih.
Menurunkan tangannya. Menatap jauh ke depan. Seolah-olah matanya bisa menembus kisahku yang telah berlalu.
“ Sudah cukup, banyak kesempatan yang telah Tuhan berikan padamu untuk hidup. Atas izin-Nya sekarang akan kubawa kau menuju perjalanan panjang. Itulah kehidupan yang sebenarnya. Kekal dan abadi. “
Aku menoleh tidak mengerti. Kesempatan hidup ?
            “ Anifah, tahukah kau, berkali-kali aku mengajakmu untuk ikut bersamaku mulai dari cara yang paling baik hingga memaksa. Kau tetap saja hidup. Lantaran Tuhan tak mengizinkan. Mungkin sekarang waktunya. “ Orang itu menghela napas. Menghentikan kalimatnya.
            “ Saat kau berlibur ke Bali bersama teman-teman SMA mu, apakah kau ingat ? Hujan mengiringi perjalanan pulang rombongan wisata mu. Itulah salah satu cara ku untuk membuat bus yang kau tumpangi mengalami kecelakaan dan hanya kau saja yang tak terselamatkan nyawanya. Namun, kau berdoa dengan penuh harapan dan keyakinan pada Tuhan untuk menghentikan hujan  supaya kau dan teman-teman mu pulang dengan selamat di perjalanan. Pun Tuhan menghentikan hujan, seturut doa mu. Lalu, kau tertidur dalam bus yang sedang melaju kencang di malam hari itu. Dan bukankah di dalam tidurmu kau bermimpi berada di suatu tempat bersama seseorang yang menahanmu supaya kau tidak bisa keluar dari tempat itu. Namun, kau selalu menyebut Allahuakbar, Allahuakbar... hingga ada cahaya yang melepaskan mu dan membangunkanmu dari tidurmu. Serta banyak lagi yang telah ku lakukan untuk menjemputmu. Namun, sama saja. Sekarang aku datang padamu secara langsung, dihadapanmu, didepanmu. Ikutlah bersamaku... “
            Orang itu menghentikan ceritanya. Jika tadi hanya mengulurkan satu tangan, sekarang dua tangan. Apakah dia benar-benar menginginkan ku untuk ikut bersamanya ? Seakan aku tak percaya dengan semua yang ia katakan. Perlahan-lahan tak terasa tetesan air jatuh dari kedua mataku. Dan lambat laun akupun menangis tersedu-sedu. Aku sudah merasa bahwa kakiku seperti tak lagi mau menancap di bumi. Berdoa pun sudah ku lakukan. Menyebut nama Tuhanpun sudah ku dengung-dengungkan. Mungkin dia benar. Inilah saatnya aku kembali. Ikut bersamanya. Menuju perjalanan panjang.
Seperkian detik otakku mulai mengenang semua peristiwa dalam hidupku. Entah baik atau buruk. Sedih, senang. Tangis dan tawa bersama keluarga, guru-guru di sekolah dan teman-teman. Akupun menyambut uluran tangannya. Memasuki pintu cahaya yang berada tepat di belakangnya. Tubuhku terasa begitu ringan. Seringan pakaian yang ku kenakan perlahan-lahan berganti. Suasana semakin terasa hening. Dingin.
***
“ An, bangun !!! An, bangun !!! “ panggil adikku Eva. Panik.
Akupun terbangun. Entah, karena suara panggilan adikku atau karena hal lain. Terasa berat mengangkat kepala yang ku letakkan di pangkuan adikku. Ada hal kecil yang lucu saat pertama kali aku sadarkan diri walau hanya sebentar. Melihat celana ku yang robek-robek parah. Seperti iklan aktor Komeng di Mio super Z. Celananya compang-camping ketika seseorang melintas menggunakan sepeda motor itu di depannya. Aku tertawa, “ He..he..he.. “ Adikku tampak bingung. Dia mengira aku sudah kehilangan akal. Kemudian, aku terjatuh tak sadarkan diri kembali. Ada beberapa orang yang menolong ku saat itu. Mungkin saja dua... tiga...atau bahkan empat. Mereka semua segera memasukkan ku ke dalam mobil wanita yang menabrakku. Bergegas membawaku ke rumah sakit.
***
Seorang dokter tampak keluar dari ruang pemeriksaan.
Lalu dia berkata, “ Pasien tidak apa-apa. Walaupun kecelakaan yang dialami sangatlah parah. Beruntung Tuhan menyelamatkannya. Tidak ada luka sama sekali di tubuhnya. Padahal gesekan yang terjadi antara jalan dan tubuhnya sangatlah keras, itu bisa dilihat dari celanya yang robek parah. Kebanyakan korban yang mengalami nasib yang sama, terpental jauh dari sepeda yang di kendarainya. Pasien akan mengalami luka parah, patah tulang, atau bahkan bisa saja meninggal. Anak ibu seperti tidak mengalami apa-apa. “ jelas dokter heran.
“ Terima kasih dokter. “ Jawab ibuku.
Aku , adikku dan seorang wanita muda yang telah menabrak kami menunggu ibu di ruang tunggu. Kepalaku sedikit pusing. Seperti orang linglung. Dalam hati aku bertanya, kenapa aku bisa sampai di rumah sakit. Apa ada yang sakit ?
“ An , aku kira kamu sudah meninggal. Beberapa saat aku periksa napas mu tidak ada. Dan... napas mu kembali ada sambil memanggil-manggil ayah dan ibu. “ Celetuk adikku sambil tertawa panik.
“ Oh, ya... “ Jawabku singkat.
Beberapa menit kemudian, setelah wanita muda itu menebus obat. Kami bertiga pun pulang diantar mobilnya. Dan wanita muda itu meminta maaf pada kami.
***
Malam Harinya

“ Anifah. ” tiba-tiba seseorang seperti pernah aku kenal hadir dalam mimpiku.
” Jangan takut, tenanglah. Sekedar kau ketahui bahwa setiap saat malaikat kematian datang untuk menjemputmu. Tidak hanya kau, setiap manusia juga mengalami hal yang sama. Tapi, kau selalu menemukan alasan untuk tetap hidup. Baik alasan karena meyakini takdir Tuhan atau orang yang kau kasihani, Ayah dan ibumu. Tetaplah berpegang teguh pada perintah Tuhan dan kasihi sesama, maka kau akan terlindung dari bala’. ”
Setelah itu semuanya kembali hening.
” An, ini obatnya. Kata ibu disuruh minum.” suara Eva membangunkanku dari tidur singkat.
“ Ha ??? iya akan aku minum. (senyuman tipis).” Jantungku berdebar tak terkendali. Semoga adikku tak mendengarnya.

Oleh : Anifa :)

2 komentar:

  1. Good story nif, Is it real? your writing is good. Love it.
    Keep istiqomah for writing nif,

    Really miss you ��

    BalasHapus
    Balasan
    1. True story... pas ngalaminnya, aku takut sekali.Makanya gk berani cerita. Dengan nulis mungkin bisa berbagi. Semoga bermanfaat

      miss you and friends yas :)

      Hapus